LeT's LeaRn wiTH Me

This blog is all about Psychology and Korean :)

Hubungan Industrial 21/05/2010

Filed under: Hubungan Industrial — jungjera @ 11:13 AM
Tags:

Hubungan industrial merupakan topik yang sensitif di ranah psikologi industri dan organisasi karena kondisi ekonomi dan politik yang berkembang. Seorang psikolog industri dan organisasi yang terjun langsung di perusahaan pasti akan menangani masalah hubungan industrial. Banyak orang yang beranggapan bahwa hubungan industrial hanya bisa dilihat dengan sudut pandang hukum saja, padahal juga bisa dilihat dengan kacamata psikologi.

Sulit mendefinisikan istilah hubungan industrial secara tepat yang dapat diterima secara universal karena hubungan industrial lebih dari sekedar pengelolaan organisasi. Hubungan industrial meliputi sekumpulan fenomena, baik di luar maupun di dalam tempat kerja yang berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan ketenagakerjaan. Di Indonesia, hubungan industrial berkaitan dengan hubungan diantara semua pihak yang terlibat dalam hubungan kerja di suatu perusahaan tanpa mempertimbangkan gender, keanggotaan dalam serikat pekerja atau serikat buruh, dan jenis pekerjaan. Menurut Michael Saloman (2000:4-5), hubungan industrial tidak hanya dilihat dari persyaratan peraturan kerja organisasi yang sederhana, tetapi juga harus ditinjau dari hubungan sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas. Dengan kata lain, hubungan industrial harus dipadukan dengan bidang politik dan ekonomi, tidak dapat dipisahkan.

Dibawah ini adalah pengertian hubungan industrial menurut beberapa ahli:

  1. Michael Saloman

Hubungan industrial melibatkan sejumlah konsep, misalnya konsep keadilan dan kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan kolektivitas, hak dan kewajiban, serta integritas dan kepercayaan.

2.   Suwarto (2000)

Hubungan industrial diartikan sebagai sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku proses produksi barang dan/atau jasa.

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan pengertian hubungan industrial sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja atau buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi, dari hal-hal yang telah dijabarkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan industrial adalah hubungan yang dijalin antara pekerja, pihak yang mempekerjakannya (pengusaha), dan pemerintah. Tidak hanya identik dengan manajemen yang menjalankan fungsinya untuk mengatur pekerjanya saja. Hubungan industrial juga berkaitan dengan fenomena baik itu didalam dan diluar tempat kerja.

Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan industrial adalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Hubungan ini mengatur peran masing-masing pihak dan interaksi maupun proses di dalamnya. Aturan-aturan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak semuanya tercantum dalam Undang-Undang ketenagakerjaan. Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 (bab XI, pasal 102, ayat 1-3) fungsi dari masing-masing pihak adalah sebagai berikut:

  • Pemerintah

Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

  • Pekerja atau buruh dan serikat pekerja atau serikat buruhnya

Menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis.

  • Pengusaha dan organisasi pengusahanya

Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja atau buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.

Hubungan industrial berawal dari adanya hubungan kerja yang lebih bersifat individual antara pekerja dan pengusaha. Dalam proses produksi pihak-pihak yang secara fisik sehari-hari terlibat langsung adalah pekerja atau buruh dan pengusaha, sedang pemerintah terlibat hanya dalam hal-hal tertentu. Di tingkat perusahaan,  pekerja dan pengusaha adalah dua pelaku utama hubungan industrial.

Tujuan akhir dari pengaturan hubungan industrial adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja maupun pengusaha. Kedua tujuan ini saling berkaitan, tidak terpisah, bahkan saling mempengaruhi. Produktivitas perusahaan diawali dengan produktivitas kerja pekerjanya yang hanya mungkin terjadi jika perusahaan didukung oleh pekerja yang sejahtera atau mempunyai harapan bahwa di waktu yang akan datang kesejahteraan mereka akan lebih membaik.

Hubungan industrial bersifat kolektif dan meliputi kepentingan yang luas. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan seperti yang telah disampaikan diatas maka sarana hubungan industrial juga bersifat kolektif. Sarana utama hubungan industrial dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

  1. Pada tingkat perusahaan ialah serikat pekerja/serikat buruh, Kesepakatan Kerja Bersama/Perjanjian Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan, lembaga kerjasama bipartit, pendidikan, dan mekanisme penyelesaian perselisihan industrial.
  2. Sarana yang bersifat makro, yaitu serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perundang-undangan, penyelesaian perselisihan industrial, dan pengenalan hubungan industrial bagi masyarakat luas.

Dalam hubungan industrial, baik pihak perusahaan maupun pekerja atau buruh mempunyai hak yang sama untuk melindungi hal-hal yang dianggap sebagai kepentingannya masing-masing dan untuk mengamankan tujuan mereka. Pekerja dan pengusaha mempunyai kepentingan yang sama, yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahan. Tetapi hubungan antar keduanya juga mempunyai potensi konf1ik, terutama apabila berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan masing-masing pihak. Contohnya,  ketidaksesuaian paham antara pekerja dan pengusaha dikarenakan pengusaha memandang bagaimana mengeluarkan output biaya produksi dan konsumsi seminimal mungkin untuk mendapatkan income yang maksimal, sedangkan disisi lain para pekerja menginginkan terjaminnya hak-hak dan kepentingan mereka selaku pekerja yang telah memberikan sumbangsih kepada perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Jadi, permasalahan yang sering muncul dalam hubungan industrial adalah menyangkut perselisihan mengenai hak-hak dan kepentingan masing-masing pihak. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk menyelesaikan secara adil perselisihan atau konflik yang terjadi.

Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan kerja, serta perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Berdasarkan uraian diatas didapatkan macam-macam perselisihan yang dijelaskan seperti berikut:

  • Perselisihan Hak

Perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

  • Perselisihan Kepentingan

Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

  • Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

  • Perselisihan antar serikat pekerja atau buruh dalam satu perusahaan

Tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan.

Perselisihan dalam hubungan industrial diawali dengan tuntutan pekerja baik secara lisan maupun tulisan. Perselisihan ini akan menimbulkan tindakan-tindakan protes. Beberapa pendekatan psikologi dalam memandang tindakan protes (Haslam, 2001):

  • Pendekatan Insting Primitif

Pekerja atau buruh yang melakukan tindakan protes adalah individu yang tidak dapat mengendalikan insting primitifnya.

  • Pendekatan Keunikan Individu

Pendekatan ini mengidentifikasi profil kepribadian individu yang terlibat dalam tindakan protes.

  • Pendekatan Kognitif

Sebelum melakukan tindakan protes, individu (pekerja atau buruh) melakukan analisis biaya dan keuntungan yang berkaitan dengan tujuan, dampak sosial, dan penghargaan. Kemauan untuk terlibat dalam tindakan protes merupakan hasil dari perhitungannya tersebut.

  • Pendekatan Kesenjangan Relatif

Tindakan protes terjadi karena persepsi individu atas ketidakadilan antar kelompok dan ini berimbas pada kognisi dan perilaku.

  • Pendekatan Identitas Sosial

Tindakan protes lahir dari beberapa tahapan yang terjadi baik dalam diri individu, antar individu dalam kelompok, maupun antar kelompok dalam perusahaan atau organisasi.

Di Indonesia, pendekatan identitas sosial dinilai memberikan keuntungan dalam analisis hubungan industrial.

 

Leave a comment